Selasa, 02 Desember 2014

cerpen-cerpen

Cerpen bertema sosial
Ibu, maafkan aku!
Siang ini langit telah mendung, matahari tak lagi menampakkan sinarnya. Suasana tersebut telah menyentuh hati Lusi yang saat itu sedang sedih. Hatinya menangis, ia sangat merindukan kasih sayang dari orang tuanya tapi dia sama sekali tidak tahu tentang orang tua kandungnya, ia hanya tinggal bersama orang tua angkatnya yang sangat menyayanginya. Dan yang memprihatinkan lagi adalah dia selalu diejek teman-temannya karena memiliki ibu yang miskin, tua, hitam, jelek, dan bungkuk. Bahkan pernah hampir satu minggu Lusi tidak berangkat sekolah karena malu dan merasa dikucilkan oleh teman-temannya.
“ Lusi, kenapa kamu menangis nak ? “ tanya ibu angkatnya.
“ tidak apa-apa bu,”
“ Lusi, ayolah cerita sama ibu, kamu kenapa nak ? apa teman-temanmu masih selalu mengejekmu ? apa perlu ibu memindahkan kamu ke sekolah lain ?”
“ nggak perlu bu, mau berapa kalipun Lusi pindah sekolah tetap saja Lusi akan dihina teman-teman Lusi  bu, karena Lusi punya orang tua kayak ibu. Coba saja kalau Lusi tinggal bersama orang tua kandung Lusi pasti Lusi nggak akan semenderita ini. “
“ maafkan ibu nak, ibu tahu ibu bukan orang tua yang baik untuk kamu, tapi ibu sangat sayang sama kamu nak, ibu nggak mau melihatmu sedih begini nak,”
“ kalau ibu nggak mau melihat Lusi sedih, tolong bantu Lusi cari tahu siapa orang tua kandung Lusi bu.”
“ suatu saat kamu akan tahu siapa orang tua kandungmu nak, “
“iya, tapi sampai kapan bu, Lusi sudah nggak tahan dengan keadaan ini. Udah bu, lebih baik ibu pergi dari kamar Lusi, Lusi mau sendiri bu.”

            Hari sudah mulai gelap, tetapi Lusi tetap saja melamun sambil menangis. Dia harus bertanya-tanya dalam hati. Siapa, bagaimana dan dimana sekarang orangtuanya berada. Malam pun semakin larut, Lusi merebahkan badannya di tempat tidur, matanya seolah-olah tidak bisa terpejam akibat masalah yang dipikirkan.
            Hari sudah mulai pagi, pagi yang sangat cerah, kicauan burung pun bersahut-sahutan. Namun Lusi tetap saja gelisah. “ Tuhan, apa yang harus hamba lakukan, hamba ingin seali bertemu dengan orang tua kandung hamba “ pintanya dalam hati.
“ Lusi... bangun nak, ibu sudah masak untuk sarapanmu“ panggil ibunya sambil mengetuk pintu kamar Lusi.
“ iya bu, bentar lagi Lusi juga bangun.”
            Lusi keluar kamar dan langsung pergi tanpa sarapan terlebih dahulu.
“ Lusi, kamu nggak sarapan dulu nak, ibu sudah masak makanan kesukaanmu “
“ Nggak perlu bu, Lusi mau langsung pergi”
            Lusi sebenarnya gadis baik, tapi ejekan teman-temannya yang telah membuatnya agak kecewa karena telah dirawat oleh ibu yang bungkuk dan jelek.

***
            Hari-hari telah berlalu, kini ibu angkat Lusi jatuh sakit. Dia hanya bisa berbaring di atas tempat tidur karena sakit yang dideritanya sangat parah. Dari kamar dia melihat Lusi keluar dengan membawa barang-barangnya.
“ Lusi..Lusi..” teriaknya sambil mencoba berusaha untuk bangun dan mengejar Lusi.
“ Lusi, tunggu dulu nak, kamu mau kemana?”
“apa lagi bu? Lusi mau pergi dari rumah ini, Lusi mau cari orang tua kandung Lusi, lagipula saat ini ibu sudah tidak bisa bekerja lagi. Lusi mau makan apa kalau terus-terusan tinggal di rumah ini”
“ Lusi dengarkan ibu dulu nak “ sambil memegang tangan Lusi.
“minggir bu, nggak usah pegang-pegang tangan Lusi”
Lusi mendorong ibunya hingga kepalanya terbentur ke lantai. Tanpa sengaja Lusi telah melukai ibunya, ia mendorong ibunya karena emosi.
“ ibu..” (Lusi merasa bersalah)
“ ibu nggak papa bu? Kepala ibu berdarah.”
“ Lusi, ibu sudah nggak kuat lagi nak. Ibu hanya mau bilang bahwa orang tua kandungmu adalah ibu. Ibu terpaksa berbohong karena ibu nggak mau kamu kecewa dan malu mempunyai ibu yang jelek dan bungkuk seperti ini.”
“ nggak, ibu pasti bohong. Orang tua kandung Lusi bukan ibu.”
“ ibu nggak bohong nak, punggung ibu yang bungkuk ini karena dulu ketika kamu masih bayi ibu berusaha melindungimu dari perampok nak, perampok itu memukuli ibu hingga punggung ibu bungkuk, dan bekas luka di muka ibu ini karena terkena pisau para perampok tersebut.”
“nggak..nggak mungkin, ini semua nggak mungkin” Lusi terkejut dengan pernyataan ibunya.
“ sekali lagi ma.. af.. kan i..   bu nak! (sambil menghembuskan nafas terakhir)
“ ibu ibu ibu, bangun bu...maafkan Lusi bu....”
“Ibu.....Lusi mohon bangun bu, jangan tinggalkan Lusi bu, Lusi sayang ibu”
“ibu........” (sambil menangis)

            Langit yang kini mendung telah menyentuh hati Lusi lagi, tapi kali ini Lusi bersedih bukan karena rindu dengan orang tua kandungnya, tapi ia sedih karena telah kehilangan ibu yang sangat menyayangi dan mencintainya dengan tulus.



Akhir Cerita Cinta Mery

Sore itu Nugroho dan Sus duduk di ruang tengah. Nugroho duduk santai sambil membaca koran sedangkan Sus membuat kopi untuk Nugroho.
Dari luar tedengar suara mobil Mery. Tak lama kemudian Mery masuk rumah. “ selamat sore mah.. pah..?
“ sore nduk..”
“ mah, pah, boleh nggak kalau liburan kali ini Mery berlibur ke rumah nenek yang ada di desa ?”
“ ya tentu saja boleh dong nak, iya kan pah? Tapi, ngomong-ngomong tumben kamu mau berlibur di desa. Memangnya kamu nggak ikut liburan sama teman-temanmu?”
“ Mery udah bosen mah, Mery pengen cari suasana baru di desa. Di desa kan udaranya sejuk, asri, dan yang paling penting tidak bising dengan suara-suara kendaraan seperti di kota, sehingga cocok untuk dijadikan tempat berlibur menghilangkan sress dengan tugas-tugas kuliah.”
“ ya wis terserah kamu lah nduk, kalau gitu besok mamah sama papah antar kamu ke sana ya, sekalian mamah mau jenguk nenekmu. Udah lama mamah nggak datang ke sana.”
“ oke mah, ya udah Mery ke kamar dulu ya mah”
            Hari sudah mulai pagi, matahari bersinar cerah, secerah hati Mery yang saat ini sedang bahagia karena hari ini dia akan berlibur ke rumah neneknya.
“Mer, kamu udah siap belum ? papah udah nunggu di depan.”
“iya mah, Mery bentar lagi selesai kok”
            Mery keluar dengan membawa barang-barang yang ia butuhkan.
“ udah siap Mer ?”
“ iya udah mah, ayo kita berangkat sekarang”
            Kurang lebih sekitar tiga jam perjalanan mereka menuju ke rumah nenek. Setelah sampai di rumah nenek, mereka bercakap-cakap sebentar membicarakan mengenai masa lalu Mery ketika masih kecil yang masih lucu dan imut, serta cengeng.
Tak terasa hari mulai sore, Nugroho dan Sus pamit untuk pulang.
“lho kok pulang sekarang nduk, kamu ndak mau nginep di sini dulu  ?
“nggak bu, mas Nugroho kan besok harus kerja, lain kali saja nggih bu. Sus nitip Mery saja ya bu”
“ Nugroho juga pamit ya bu” sambil bersalaman dan mencium tangan mertuanya.
“ya wis kalau begitu kalian seng ati-ati ya, jangan ngebut-ngebut”
“injih bu, kami pamit dulu bu”
***
            Hari-hari telah berlalu. Mery hidup bahagia bersama neneknya. Selama ia tinggal di rumah neneknya, ia bertemu dengan seorang lelaki yang bernama Marijan. Marijan adalah pemuda desa yang rajin, ulet, dan tentunya sangat menyayangi Mery. Itu yang membuat Mery tergila-gila padanya.
            “assalamu’alaikum nek, Merynya ada?”
“wa’alaikum salam, oh kamu tho le, iya Mery ada di dalam. Ayo silahkan masuk le “
“mas Marijan!, sini mas masuk dulu biar Mery buatin minuman”
            Hampir setiap hari Marijan datang ke rumah neneknya Mery untuk menemui Mery. Baru kali ini Mery menemukan lelaki yang sangat menyayangi dan mencintainya dengan tulus. Semakin hari hubungan mereka semakin serius.
“mas, kamu serius kan sama aku?”
“ya tentu saja serius tho Mer, kamu adalah satu-satunya perempuan yang sangat mas sayangi”
“iya mas, Mery juga sangat menyayangi mas Marijan”
            Suatu hari, Nugroho dan Sus datang ke rumah nenek untuk menjenguk dan mengetahui keadaaan Mery. Tapi betapa terkejutnya Nugroho dan Sus setelah mendengar cerita nenek bahwa Mery berhubungan dengan Marijan.
            Nugroho tidak setuju jika Mery berhubungan dengan pemuda desa dan miskin karena keluarga mereka merupakan keturunan ningrat. Mereka tidak mau Mery berhubungan lebih jauh lagi dengan Marijan, sehingga mereka memaksa Mery untuk pulang dan meninggalkan Marijan. Awalnya Mery sempat menolak untuk berpisah dengan Marijan, tapi akhirnya ia mengikuti perintah orang tuanya.
            Sejak berpisah dengan Marijan Mery lebih sering murung dan berdiam diri di kamar. Nggak hanya itu, Mery juga nggak mau makan sehingga akhirnya ia menjadi sakit-sakitan. Sus tidak tega melihat keadaan anaknya, hingga akhirnya ia membujuk Nugroho untuk merestui hubungan Mery dan Marijan.
“pah, Mery adalah anak kita satu-satunya, memangnya papah mau kalau terjadi apa-apa sama Mery ? mamah nggak tega melihat keadaan Mery pah.”
“mah, udah ya, sampai kapanpun papah nggak mau menerima pemuda desa itu. Mau ditaruh mana muka papah kalau punya menantu miskin kayak Marijan mah.”
“oh, jadi papah lebih memilih harga diri papah daripada anak kandung papah sendiri?”
“ bukan gitu mah,,”
“udahlah pah, mamah kecewa sama papah.?
“ oke.. oke..besok papah akan mengundang Marijan ke sisni.”
            Pagi-pagi sekali Marijan datang ke rumah Mery. Wajah Mery yang semula murung sekarang kembali bersinar setelah bertemu dengan Marijan.
“mas, Mery kangen sekali dengan mas.”
“iya Mer, mas juga. Tapi ada sesuatu yang ingin mas omongin.”
“ada apa mas?”
“maafkan mas Mer, mas sudah nggak bisa lagi melanjutkan hubungan ini Mer.”
“tapi kenapa mas? Mery salah apa? Apa ini karena orang tua Mery yang menyuruh mas ninggalin Mery ?”
“nggak Mer, ini nggak ada hubungannya dengan orang tuamu Mer.”
“ini semua karena mas sudah dijodohin dengan wanita pilihan ibu Mer.”
“nggak mungkin mas, jadi mas Marijan lebih memili wanita itu daripada Mery?”
“maafkan mas Mer.”
            Sejak saat itu Mery menjadi benci dengan Marijan. Ia tak menyangka bahwa lelaki yang sangat ia sayangi telah mengecewakannya, dan sejak saat itu ia sudah tidak percaya dengan yang namanya lelaki.
            Tapi semuanya berubah setelah ia mendapatkan surat yang katanya dari Marijan.
Dear Mery,
Mungkin ketika kamu membaca surat ini aku sudah tidak ada. Tapi dari tempatku berada aku yakin aku bisa melihat engkau tersenyum walaupun aku tak bisa menyentuhmu lagi. Penyakit itu begitu cepat menggerogoti tubuhku Mer. Aku nggak mau kamu tahu tentang keadaanku. Aku nggak mau melihatmu sedih. Dengan aku bilang bahwa aku akn menikah dengan perempuan lain kamu akan marah. Tapi lebih baik melihatmu marah daripada melihatmu sedih. Aku ingin pergi dengan tenang tanpa melihat airmatamu.
Maafkan aku karena aku meninggalkanmu Mer. Tapi sebenarnya aku tak pernah benar-benar melakukannya. Aku pergi bukan untuk meninggalkanmu tapi justru menjadi abadi bersamamu.
Tetaplah tersenyum Mer!!!
Marijan,

            Seketika itu juga Mery meneteskan airmata setelah membaca surat dari Marijn tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar