Kamis, 11 Desember 2014

apresiasi novel

6f9e132ebeddb9f71b114f211e5db131

Apresiasi Prosa

Analisis Novel “ Kubah “
Karya, Ahmad Tohari



Dosen Pengampu:
Wati Istanti


Nama                      : Sumiyati
NIM                                    : 2101413106
Rombel                   : 04




Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas Bahasa dan Seni
Universitas Negeri Semarang
2014
Sinopsis Novel “ Kubah “

Novel Kubah menceritakan tentang seorang tokoh yang bernama Karman yang ditahan di pulau Buru karena terjerumus ke jalan yang salah ketika menjadi aktivis politik.
Setelah dua belas tahun hidup di pulau buangan, akhirnya Karman dibebaskan. Pada hari pertama dinyatakan menjadi orang bebas, Karman malah merasa bingung mau pulang kemana. Ia merasa ragu untuk pulang ke kampung halamannya, Pegaten. Ia takut jika nanti orang-orang kampung tidak mau menerimanya. Dari depan gedung Kodim, Karman berjalan hingga akhirnya dia menemukan sebuah tempat yang enak untuk beristirahat, Karman duduk di bawah pohon beringin. Di bawah pohon beringin tersebut Karman mulai melamun, yang menguasai seluruh lamunan Karman adalah Parta, seorang teman sekampung. Tujuh tahun yang lalu, ketika Karman masih menjadi penghuni pulau buangan, Parta mengawini Marni. Marni adalah istri Karman, walaupun sudah memiliki tiga orang anak, Marni memang masih kelihatan cantik. Setelah mendengar kabar bahwa istrinya akan menikah dengan Parta, Karman hanya bisa diam, merenung dan merenung. Setiap hari jiwa dan raga Karman bertambah rapuh hingga akhirnya Karman jatuh sakit.
Angin yang menembus sela-sela kerimbunan pohon beringin menimbulkan sebutir buah beringin runtuh dan menimpa pundak Karman. Karman yang sedang larut dalam kenangan ketika terbuang di pulau Buru, tersadar,  kemudian melangkahkan kakinya berjalan ke rumah Gono, saudara sepupunya. Di rumah Gono Karman bertemu dengan anaknya, Rudio. Sejak ibunya menikah dengan Parta,  Rudio tinggal bersama pamannya. Adiknya, Tini, tinggal bersama ibunya. Sedangkan Tono meninggal dunia.
Tini hampir tujuh belas tahun, dan saat ini Tini berhubungan dengan Jabir. Jabir adalah cucu dari Haji Bakir.
Sewaktu masih kecil, sepeniggal ayahnya, Karman hidup hanya hidup dengan ibu dan seorang adik perempuan. Keadaan keluarga Karman sangat menyedihkan, ia sering kelaparan. Hingga dua tahun lamanya Karman hidupdengan singkong. Hanya sesekali ia menemukan nasi, itupun bila dia punya kesempatan main dengan Rifah, anak bungsu Haji Bakir. Hari-hari selanjutnya Karman mendapatkan perhatian yang cukup dari keluarga Haji Bakir. Selalu ada pekerjaan kecil-kecilan yang bisa dikerjakan. Karman juga sering bermain dengan Rifah. Maka wajar bila Rifah adalah nama pertama yang terbaca di hati Karman ketika ia merasa sudah menjadi lelaki dewasa. Sayangnya ada satu hal yang membuat Karman kecewa, Rifah sudah dilamar oleh pemuda lain. Calon suami Rifah sudah ditentukan oleh keluarga Haji Bakir. Sejak saat itulah Karman menjadi benci degan keluarga Haji Bakir dan akhirnya pada saat terjadi pemberontakan pada bulan September 1948 dia bergabung menjadi anggota partai dan menjadi aktivis poitik. Hingga akhirnya Karman menikah dengan Marni. Sedang kan Rifah menjadi janda karena suaminya meninggal dunia. Rifah dikaruniai seorang anak yang bernama Jabir, pemuda yang saat ini berhubungan dengan Tini.
Tini dan Jabir keluar dari rumah Bu Mantri. Merek baru menjemput Karman dari kota. Ayah Tini yang baru pulan dari pulau Buru itu sekarang berada di rumah Bu Mantri, nenek Tini.
Di rumah orangtuanya Karman sedang dirubung oleh para tamu, tetanga-tetangga yang sudah amat lama ditinggalkan. Ia merasa heran dan terharu, ternyata orng-orang Pegaten tetap baik padanya. Apabila Karman menyambut tamu-tamu yang lain secara wajar, tidak demikian halnya ketika ia menerima kedatangan Haji Bakir. Begitu Haji Bakir masuk ke rumah Bu Mantri, Karman berlari menjemputnya, lalu menjatuhkan diri dan meminta maaf kepada Haji Bakir atas perbuatannya yang dulu.
Setelah beberapa bulan Karman telah berbaur kembali dengan kehidupan di Pegaten.ada sebuah berita yang makin lama makin santer diterima Karman. Tini, anaknya akan dilamar oleh Jabir. Keluarga Tini diminta oleh Haji Bakir berkumpul di rumah Bu Mantri. Haji Bakir melangsungkan lamaran di rumah Bu Mantri, dan akhirnya Jabir dan Tinipun menikah.
Kini Karman sudah menjadi besan Haji Bakir, Karman sungguh tidak lagi bisa melihat sesuatu pada Haji Bakir yang membuatnya pantas dibenci.
Masjid Haji Bakir makin tua seperti usia pemiliknya. Temboknya rapuh dan tampak retak-retak disana sini. Para jamaah sepakat hendak memugar masjid itu. Karman menyanggupi membuat kubah yang baru untuk masjid itu. Ketika kubah itu sudah jadi, banyak warga yang memuji kebagusan kubah masjid yang dibuat oleh Karman. Karman merasa senang akhirnya dia bisa membalas kebaikan Haji Bakir yang dulu pernah membantunya.








Analisis Unsur Pembangun Karya Sastra

Unsur Intrinsik:

a.      Fakta Cerita

1.      Alur
Alur yang digunakan dalam novel Kubah adalah alur campuran. Hal ini disebabkan karena adanya alur maju, alur mundur, kemudian kembali ke alur maju lagi. Bukti dari adanya alur campuran adalah:
a.       Alur maju
Ketika Karman keluar dari tahanan dan ia bingung mau pulang kemana.
“ Dia tampak amat canggung dan gamang. Gerak-geriknya serbakikuk sehingga mengundang rasa kasihan. Kepada Komandan Karman membungkuk berlebihan...” ( Kubah: 5)
b.      Alur mundur
Ketika menceritakan kisah Karman dari sejak kecil hingga dewasa dan akhirnya ditahan di pulau buangan karena terjerumus dalam dunia politik.
“ sepeninggalan ayahnya, Karman hidup hanya dengan ibu dan seorang adik perempuan yang masih kecil...” ( Kubah: 61)
“ ...Karman ditangkap dalam keadaan sakit payah. Boleh jadi karena keadaannya itulah orang tidak tega menghabisi nyawanya “ ( Kubah: 185)
c.       Alur maju
Ketika Tini menikah dengan Jabir dan Karman akhirnya sudah bisa berbaur kembali dengan massyarakat Pegaten. Kemudian Karman membuatkan Kubah masjid milik Haji Bakir.
“ setelah semua tamu pergi, Karman tidak segera masuk ke kamar tidur. Ia duduk seorang diri dengan perasaan galau. Karman merasa senang karena anak gadisnya akan menikah dengan perjaka dari keluarga baik-baik...” ( Kubah: 206 )
“ tanpa membentuk sebuah panitia, pekerjaan itu dimulai. Semua orang mendapat bagian menurut kecakapan masing-masing. Karman memberanikan diri meminta bagiannya. Ia menyanggupi membuat kubah yang baru bila tersedia bahan dan perkakasnya...” ( Kubah: 208 )

Tahapan-tahapan alurnya adalah:
Ø  Perkenalan
Perkenalan dimulai dari perkenalan tokoh Karman yang mengalami konflik batin karena dia merasa rendah diri dihadapan masyarakat. Hal ini disebabkan karena ia adalah mantan tahanan politik di Pulau Buru.
Dia tampak amat canggung dan gamang. Gerak-geriknya serba kikuk sehingga mengundang rasa kasihan. Kepada komandan, Karman membungkuk berlebihan. Kemudian dia mundur beberapa langkah, lalu berbalik...” ( Kubah: 5 )
Ø  Konflik
Dalam Novel Kubah terdapat beberapa konflik, yaitu kehidupan Karman yang susah sejak sepeninggal ayahnya, ketika Karman mulai tertarik pada Rifah, dan ketika Marni memutuskan untuk menikah lagi.
            Keadaan hidup Karman setelah ayahnya meninggal:
“Sepeninggal ayahnya, Karman hidup dengan ibu dan seorang adik perempuan yang masih kecil. Sebenarnya Karman punya dua kakak lelaki. Tetapi keduanya meninggal dalam bencana kelaparan pada zaman penjajahan Jepang. Keadaan keluarga Karman amat menyedihkan...” ( Kubah: 61 )
            Karman tumbuh dewasa dan mulai tertarik dengan Rifah.
“ ...maka wajar bila Rifah adalah nama pertama yang terbaca di hati Karman ketika ia merasa sudah menjadi lelaki dewasa.” ( Kubah: 83 )
            Marni memutuskan untuk menikah lagi dengan Parta ketika Karman berada di pulau Buru.
“Yang sedang menguasai seluruh lamunan Karman adalah Parta, seorang teman sekampung. Tujuh tahun yang lalu, ketika Karman masih menjadi penghuni pulau buangan, Parta menceraikan istrinya dan kemudian mengawini Marni...” (Kubah: 11)
Ø  Komplikasi
Ketika Karman mulai tertarik kepada Rifah dan bermaksud memperistri Rifah,tetapi lamaran Karman ditolak oleh Haji Bakir karena Rifah sudah dilamar oleh pemuda lain. Sehingga membuat Karman menjadi benci kepada Haji Bakir.
“Bahkan Karman pun merasa punya alasan untuk berharap karena sifat Rifah yang tetap hangat. Kemanjaannya terhadap Karman tak berubah seperti ketika keduanya masih suka bermain baling-baling yang terbuat dari daun kelapa...” ( Kubah: 83 )

Ø  Klimaks
Pada novel ini, klimaks terjadi pada saat pemberontakan Karman terhadap Haji Bakir sudah memuncak. Hingga akhirnya Karman bergabung dengan Margo menjadi seorang aktivis politik.
“Hanya setahun  sejak perkenalannya dengan kelompok Margo, perubahan besar terjadi pada diri Karman.ia menjadi sinis. Segala sesuatu apalagi yang menyangkut Haji Bakir selalu ditanggapi dengan prasangka buruk...” ( Kubah:103 )
Ø  Antiklimaks
Antiklimaks dalam novel ini adalah tertangkapnya Karman dalam keadaan sakit parah.
“Dan tamat sudah kisah pelariannya, karena sorang gembala kerbau melihat segala gerak-geriknya. Di siang itu beberapa orang pamong desa datang ke Astana Lopajang. Karman ditangkap dalam keadaan sakit payah. Boleh jadi karena keadaannya itulah orang tak tega menghabisi nyawanya.” (Kubah : 184-185)
Ø  Resolusi
Tahap  ini menceritakan tentang Karman yang merasa dirinya hidup kembali dan diterima oleh warga Pegaten.
“ Karman sungguh-sungguh telah berbaur kembali dengan tiap gerak kehidupan di
Pegaten...” ( Kubah: 199)
Ø  Selesaian
Karman membuatkan Kubah yang indah untuk masjid Haji Bakir. Dia mendapat pujian dari masyarakat Pegaten karena berhasil membuat kubah yang luar biasa bagusnya.
“Tetapi Karman menganggap pekerjaan membuat kubah itu sebagai kesempatan yang istimewa. Se-sen pun ia tak mengharapkan upah. Bahkan dengan menyanggupi pekerjaan itu ia hanya ingin memberi jasa...” ( Kubah:209 )
“Karman mendengar pujian-pujian itu. Rasanya dia yakin bahwa dirinya tidak berhak menerima semua pujian itu. Tetapi wajah-wajah orang Pegaten yang berhias senyum, sikap mereka yang makin ramah, membuat Karman merasa sangat bahagia...”
( Kubah: 211 )





2.      Tokoh dan Penokohan
1.      Karman
Pada novel berjudul “Kubah”, Karman merupakan tokoh utamanya. Karena dari awal sampai akhir cerita, Karman menjadi fokus pembicaraan. Disini Karman bersifat protagonis, tetapi pada bagian tertentu ia berubah seolah-olah menjadi tokoh yang bersifat antagonis.
·         Mempunyai sifat rendah diri
“Dari depan gedung kodim, Karman berjalan ke barat mengikuti iring-iringan orang banyak. Karman, meski ukuran tubuhnya tidak kecil, saat itu mersa menjadi rayap yang berjalan diantara barisan lembu. Ia selalu merasa dirinya tak berarti, bahkan tiada...” (Kubah : 9)
·         laki-laki yang cerdik, hal ini terjadi ketika Karman ingin bermain dengan Rifah, putri bungsu Haji Bakir. Karman selalu memiliki cara yang bisa ia lakukan agar bisa bermain dengan Rifah.
“Banyak cara bisa dilakukan agar Karman bisa bermain dengan gadis kecil itu. Untuk Rifah, Karman harus punya sesuatu yang menarik hatinya...”
 (Kubah : 62)
·         Penolong
“ Namun karena hendak menolong Rifah, Karman pernah mengalami kejadian yang hampir mencelaki dirinya. “ ( Kubah: 66)
·         Memiliki sifat tidak enak hati
“Karena merasa tidak enak menganggur di rumah Haji Bakir, Karman minta permisi pulang ke rumah ibunya sampai badannya segar kembali...”
(Kubah : 67)
·         Berhati-hati dalam mengerjakan suatu pekerjaan
“Maka Karman bekerja dengan sangat hati-hati. Ia menggabungkan kesempurnaan teknik, keindahan estetika, serta ketekunan...” (Kubah : 210)
·         Sosok Karman berubah menjadi tokoh antagonis, saat Karman mulai membenci Haji Bakir karena Haji Bakir telah menolak lamaran Karman. Dengan bukti:
”Karman memulai dengan enggan bertemu, bahkan enggan menginjak halaman rumah orang tua Rifah. Sembahyang wajib ia tunaikan di rumah...” (Kubah : 101)
·         Mudah terpengaruh dan kadang suka marah
“Karman memiliki sifat terlalu perasa. Juga sedikit gampang terpengaruh, dan sewaktu-waktu bisa marah.” (Kubah : 113)
2.      Marni
·         Tabah
“...Namun dengan tabah Marni menghadapi semua kesulitan hidupnya. Dicobanya bekerja untuk memenuhi kebutuhan diri bersama ketiga anaknya yang masih kecil...” (Kubah : 12)
·         Penyanyang
“Ditatapnya wajah Tini dengan matanya, dengan hatinya, dengan seluruh perasaannya...”  (Kubah : 53)
3.      Haji Bakir
·         Baik dan bijaksana
 “Ternyata keluarga Haji Bakir tidak pernah memperlakukan Karman sebagai pembantu rumah tangga yang sebenarnya. Anak itu diberi kesempatan menamatkan pendidikannya di sekolah rakyat yang sudah dua tahun ditinggalkannya. Pekerjaan yang diberikan kepada Karman adalah pekerjaan sederhana yang bisa diselesaikan oleh anak seusianya; mengantarkan makanan bagi orang yang sedang bekerja di sawah, menyapu rumah dan halaman, memelihara ikan di kolam, dan melayani si manja Rifah...” (Kubah : 65)
·         Dermawan
“Tini, untuk bekal hidupmu bersama Jabir, kuberikan sawah kepadamu yang terletak di sebelah utara Kali Mudu itu. Luasnya satu setengah hektar. Peliharalah baik-baik pemberianku ini. Barangkali engkau tidak tahu bahwa dahulu sawah itu adalah milik nenekmu.” (Kubah : 207)
4.      Tini
·         Rendah diri, cepat gugup, dan mudah tersinggung
“...Perangainya tenang, namun dalam ketenangan itulah Tini sebenarnya menyimpan rasa rendah diri. Akibatnya gadis remaja itu cepat gugup dan mudah tersinggung.” (Kubah : 40)
Masih banyak lagi tokoh yang terdapat dalam novel ini. Tokoh ini hanya berfungsi sebagai latar cerita saja, yaitu Komandan, Ajudan, Parta, Birin, Asep, Kapten Somad, Mayor Darius, Rudio, Gono, Jabir,Tini,  Paman Hasyim, Bu Mantri, prajurit berbaret merah, Pak Mantri, Bu Haji Bakir, Rifah, Pohing, Kinah, Abdul Rahman, Suto dan Kastagethek.
Selain itu ada tokoh yang termasuk tokoh antagonis, yaitu Triman, Margo, dan Gigi Baja. Ketiganya adalah tokoh yang bersifat antagonis dalam novel ini. Mereka merupakan anggota PKI yang berwatak licik dan jahat.


3.      Latar

1.      Latar waktu
·         Oktober 1965
 “Geger Oktober 1965 sudah dilupakan orang juga di Pegaten. Orang-orang yang mempunyai sangkut paut dengan peristiwa itu, baik yang pernah ditahan atau tidak, telah menjadi warga masyarakat yang taat...” (Kubah : 38)
·         Permulaan tahun ajarn baru, tahun 1950
 “Karman menjadi anak yang paling berbahagia di dunia. Pada permulaan tahun ajaran baaru tahun1950, Karman sudah menjadi murid SMP di sebuah kota kabupaten yang terdekat...” (Kubah : 81)
·         September 1948
“ Di Madiun, September 1948 terjadi pemberontakan besar...” (Kubah: 83)
·         Awal taun enam puluhan
“Yang terjadi di Pegaten pada awal tahun enam puluhan, sama seperti yang terjadi dimana-mana. Boleh jadi orang-orang tidak senang mengingat masa itu kembali karena kepahitan hidup yang terjadi waktu itu.” (Kubah : 146)
·         Bulan Agustus 1977
 “Dari dulu, desa itu bernama Pegaten juga pada bulan Agustus 1977 dan entah sampai kapan lagi...” (Kubah : 186)

2.      Latar Tempat
·         Desa Pegaten
Tempat yang menjadi latar dalam novel ini secara  adalah desa Pegaten. Desa Pegaten adalah desa tempat Karman dilahirkan dan dibesarkan sebelum Karman diasingkan ke Pulau Buru dan kembali lagi ke desa Pegaten. Cerita-cerita yang terdapat dalam novel ini pun, seringkali menceritakan tentang keadaan desa Pegaten dan masyarakat yang hidup di dalamnya. Hal ini dapat dibuktikan dengan:
“Desa Pegaten yang kecil itu dibatasi oleh Kali Mundu di sebelah barat. Bila datang hujan, sungai itu berwarna kuning tanah...” (Kubah : 38-39)
·         Pulau Buru
“...dan semua bersepatu serta berpakaian baik, sangat berbeda dengan keadaan ketika Karman belum terbuang selama dua belas tahun di Pulau Buru.” (Kubah: 6)
·         Rumah Gono
“ Rumah Gono terletak di tepi sebuah kanal kecil...” ( Kubah: 32)
·         Tragedi nasional 30 September 1965 di desa Pegaten Madiun.
“ Di Madiun, September 1948 terjadi pemberontakan besar...” (Kubah: 83)

3.      Latar Suasana
·         Gembira yang bercampur dengan kepedihan
Hal ini terjadi ketika Marni mengirimkan surat kepada Karman, saat Karman berada di Pulau Buru. Berikut kutipannya:
“Waktu menerima surat dari Marni itu, di Pulau Buru, mula-mula Karman merasa sangat gembira...” (Kubah : 13)
·         mendebarkan
Hal ini terjadi ketika Karman berusaha melindungi Rifah dari serangan kambing. Dan dapat dibuktikan dengan:
“... Karman maju melindungi Rifah yang menjerit dengan muka biru. Kedua tanduk binatang itu ditangkapnya. Karena tenaganya kalah kuat Karman terayun-ayun oleh empasan binatang yang marah itu. Tapi Karman bertahan sampai beberapa orang dewasa bertindak. Rifah masih menggigil ketakutan ketika diangkat oleh Haji Bakir.” (Kubah : 67)
·         menegangkan
Hal ini terjadi ketika lamaran Karman ditolak oleh Haji Bakir, hingga akhirnya Karman merasa dendam kepada Haji Bakir. Terbukti dengan:
“Rasa kecewa, marah, dan malu berbaur dihati Karman...” (Kubah : 101)

·         menyeramkan
Hal ini terjadi ketika Karman menemui Kastagethek yang sedang menangkap ikan. Kemudian mereka berbincang-bincang dan Kastagethek menceritakan tentang pengalaman menyeramkannya. Hal ini dapat dibuktikan dengan:
“Ah terserah sampean yang jelas kemarin malam saya melihatnya. Kemarin ada sesuatu yang tiba-tiba melompat dari air dan mendarat di rakit ini...” (Kubah : 173)
·         mengharukan
Hal ini terjadi ketika Marni menjenguk Karman di rumah Bu Mantri. Dan dapat dibuktikan dengan:
“... Dan suasana mendadak bisu tetapi penuh haru-biru.” (Kubah : 196)



b.      Sarana Cerita
1.      Judul
Judul novel ini dapat menarik perhatian pembaca, pembaca akan mencoba untuk berimajinasi menebak apa keterkaitan isi novel dengan judul yang ada yaitu “Kubah”, pembaca baru mengetahui keterkaitan judul dengn isi novel setelah membaca sampai akhir karena judul “ Kubah “ diambil dari akhir cerita, yaitu ketika Karman sudah kembali taubat dan sudah kembali berbaur dengan masyarakat pegaten. Pada akir cerita Karman membuat Kubah yang sangat indah untuk masjid Haji Bakir. Sehingga judul yang ada dalam novel ini sudah sesuai dengan isi novel.
2.      Sudut Pandang
Sudut pandang yang digunakan dalam novel “Kubah” adalah sudut pandang Dia-an serba tahu. Hal ini dapat dibuktikan dengan cara penulis menceritakan tokoh-tokoh yang terdapat dalam novelnya dengan menyebutkan nama-nama tokoh. Seperti Karman, Rifah, Marni, Haji Bakir, dan lain-lain. Selain itu, pengarang juga mengetahui aktivitas para tokoh termasuk pemikiran atau angan-angannya.
“Dari depan gedung kodim, Karman berjalan ke barat mengikuti iring-iringan orang banyak. Karman, meski ukuran tubuhnya tidak kecil, saat itu mersa menjadi rayap yang berjalan diantara barisan lembu. Ia selalu merasa dirinya tak berarti, bahkan tiada. Demikian, pada hari pertama dinyatakan menjadi orang bebas, Karman malah merasa dirinya tak berarti apa-apa, hina-dina. Waktu berjalan ke barat sepanjang gili-gili itu Karman sebenarnya amat tersiksa. Tatapan mata sekilas orang-orang yang kebetulan berpapasan terasa sangat menyiksa. Oh, andaikan ada secuil tempat untuk bersembunyi, mungkin Karman akan menyembunyikan diri karena pembebasan dirinya belum mampu mengembalikan dia dari keterasingan.” (Kubah : 9)
3.      Gaya Bahasa
Gaya bahasa yang dalam novel ini menggunakan bahasa indonesia sehingga mudah dipahami. Selain itu, bahasa yang digunakan adalah bahasa sehari-hari.


c.       Tema Cerita
Tema dalam novel “Kubah” adalah taubat atau penyesalan seseorang. Tokoh utama dalam novel ini pertama kali diceritakan terjadi perubahan sikap dan pemikiran yang taat beragama menjadi lelaki yang ateis atau komunis. Kemudian terjadi penderitaan lahir batin karena kesadaran sendiri tokoh Karman untuk berpihak kepada PKI. Pada akhir cerita tokoh Karman merasa senang karena diterima kembali oleh lingkungan yang dahulu dibencinya, bahkan dipercaya membuat kubah yang megah di masjid desanya.



Unsur Ekstrinsik
a.      Unsur sosiologis
Novel ini terdiri dari 11 sub-judul dimana tiap sub-judul berisi cerita dengan tema berbeda-beda dan langsung selesai. Tetapi cerita tiap sub-judul masih berhubungan terus hingga akhir cerita.
Novel Kubah merupakan novel yang mempunyai ciri khas yang sama dengan novel karya Ahmad Tohari lainnya, yakni menggambarkan permasalahan hidup yang dialami oleh orang kecil. Walaupun ciri khasnya sama, novel Kubah ini mempunyai keunikan tersendiri dengan novel-novel lain novel Kubah juga berlatar tragedi nasional 30 September 1965. novel Kubah mengisahkan penderitaan lahir batin tokoh Karman karena kesadarannya sendiri untuk berpihak pada PKI.  Akhir cerita novel Kubah mengisyaratkan harapan yang menyenangkan bagi Karman. Tokoh Karman merasa senang karena diterima kembali oleh lingkungan yang dahulu dibencinya, bahkan dipercaya membuat kubah yang megah di masjid desanya.
Sosok Ahmad Tohari yang tinggal di Desa Tinggarjaya sekitar 27 kilometer di sebelah selatan Purwokerto Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah yang berprofesi sebagai wartawan justru tidak dikenal sebagai seorang pengarang yang karya-karyanya sudah mendunia. Di lingkungannya dia dikenal sebagai seorang wartawan atau sebagai seorang santri dalam kehidupannya sehari-hari menjadi tetap lugas dan tetap berjalan seperti apa adanya meskipun kadang-kadang dirasakan menghambat kesempatannya untuk mengarang. Hambatan non teknis itu berkaitan dengan kesibukannya sebagai seorang warga masyarakat yang tidak terlepas dari kewajiban-kewajiban sosial, namun sampai saat ini lingkungan desa itu justru merupakan sumber inspirasi dan semangatnya mengarang. Oleh karena itu, kehidupan orang desa dengan persoalan masing-masing tampak menonjol dalam hampir seluruh karya Ahmad Tohari. Ini terlihat hampir seluruh karyanya selalu dipengaruhi oleh realitas kehidupan masyarakat dengan segala persoalannya. Ia percaya dan bahkan yakin bahwa karya sastra merupakan pilihan untuk berdakwah atau mencerahkan batin manusia agar senantiasa selalu membaca ayat Tuhan.
Dengan mengarang ia berharap dapat berperan dalam membangun moral masyarakat dan bangsa sehingga berkembang menjadi masyarakat yang beradab, yaitu masyarakat yang tidak suka berbohong. Menegakkan kebenaran, kejujuran dan kasih sayang dengan latar kehidupan desa yang memang dikenal betul oleh pengarang.

b.      Unsur psikologis
Unsur psikologis yaitu penerapan prinsip-prinsip psikologi dari pengarangnya yang tampak dalam karya-karyanya.  Kehidupan masyarakat di novel ini mengacu pada peristiwa sekitar G30S/PKI. Pada awalnya, keadaan aman dan damai serta suasana kekeluargaan masih kental, yang mencerminkan masyarakat desa. Namun setelah terjadi pemberontakan PKI, kerusuhan terjadi di mana-mana, banyak orang yang kekurangan pangan karena terjadi inflasi, serta kejadian-kejadian buruk lain. Dan setelah kerusuhan mereda dan pemberontakan gagal, keadaan kembali seperti semula. Keadaan ini sangat mempengaruhi jalannya cerita, penulis juga mengungkapkan betapa rasa kekeluargaan kental pada masyarakat zaman itu, hal ini terlihat waktu Karman yang merupakan mantan anggota PKI ketika ingin kembali pada warga, mereka menerima Karman dengan lapang dada.
Pendekatan:

1.      Pendekatan Analitis
Pendekatan analitis membahas mengenai hubungan antar unsur yang membangun suatu karya sastra. Novel ini dapat ditinjau dari segi intrinsik dan ekstrinsik. Dalam novel ini membahas mengenai komunis yang dilakonkan oleh Karman yang merupakan salah satu tahanan komunis. Hal ini terjadi di sebuah desa bernama Pegaten. Diceritakan tokoh Karman ikut terlibat dalam komunis karena alasan banyak hal salah satunya pekerjaan. Selama berada di pulau buangan, Karman ditinggal menikah oleh istrinya, Marni dengan Parta. Hal itu menimbulkan konflik batin bagi Karman dan istrinya. Banyak terjadi perubahan di masyarakat Pegaten saat Karman kembali lagi ke sana. Anak perempuan Karman yang bernama Tini dipinang oleh Jabir anak Rifah, wanita yang dicintai Karman waktu muda. Berbagai konflik dari tokoh dikemas dalam sebuah alur campuran yang berawal dari kisah Karman di penjara kemudian lamunan masa lalu Karman dan kembali lagi ke masa sekarang setelah Karman kembali ke Pegaten. Pengarang sebagai orang ketiga serba tahu, mengemas cerita dan memunculkan konflik yang bertubi-tubi pada tokoh. Hal itu mengandung tujuan memberi pesan kepada pembaca. Didukung dengan latar belakang pengarang dan unsur sosial serta budaya yang ada saat itu membuat cerita semakin menarik.
2.      Pendekatan Historis
Ahmad Tohari, (lahir di Tinggarjaya, Jatilawang, Banyumas, Jawa Tengah, 13 Juni 1948. ahmad tohariadalah sastrawan Indonesia. Ia menamatkan SMA N 2 Purwokerto. Namun demikian, ia pernah mengenyam bangku kuliah, yakni Fakultas Ilmu Kedokteran Ibnu Khaldun, Jakarta (1967-1970), Fakultas Ekonomi Universitas Sudirman, Purwokerto (1974-1975), dan Fakultas Sosial Politik Universitas Sudirman (1975-1976). Ia pernah bekerja di majalah terbitan BNI 46, Keluarga, dan Amanah. Ia mengikuti International Writing Program di Iowa City, Amerika Serikat (1990) dan menerima Hadiah Sastra ASEAN (1995).
Cerpen ini dilatarbelakangi oleh peristiwa sejarah, yaitu menceritakan tentang kejadian G30S/PKI yang dilakonkan oleh Karman sebagai tokoh komunis.
3.      Pendekatan Didaktis
Beberapa nilai yang dapat kami simpulkan setelah membaca novel Kubah antara lain adalah nilai budaya, nilai pendidikan, nilai politik, dan nilai agama.
Nilai budaya dapat dibuktikan dengan paparan pengarang mengenai budaya di desa Pegaten dan dialog antar tokohnya. Misalnya seperti ketika Haji Bakir datang mewakili Jabir, cucunya, ketika melamar Tini. Haji Bakir menggunakan gaya bahasa lama dan etika yang biasa digunakan oleh penduduk Pegaten ketika hendak melamar seorang gadis.
Nilai pendidikan yang dapat kita ambil dari novel ini adalah ketika Karman dengan mudahnya dapat dipengaruhi oleh Margo dan kawan-kawannya sehingga kehidupannya berantakan dan akhirnya dia mendekam di pulau Buru selama 12 tahun. Kita dapat mengambil pelajaran dan kesimpulan dari kejadian itu.
Nilai politik mengenai masalah partai komunis yang ingin didirikan oleh Margo dan kawan-kawan
Nilai agama dibuktikan pengarang melalui perilaku para tokohnya, disatu sisi ada tokoh yang begitu taat beribadah seperti keluarga Haji Bakir dan di sisi lain ada pihak yang mengingkari keberadaan Tuhan, seperti Margo dan para anggota partai. Sedangkan tokoh utama, Karman, berada di tengah-tengah dengan perubahan karakter seiring dengan berkembangnya alur dan permasalahan dalam cerita.


4.      Pendekatan Sosiopsikologis
Kehidupan masyarakat di novel ini mengacu pada peristiwa sekitar G30S/PKI. Pada awalnya, keadaan aman dan damai serta suasana kekeluargaan masih kental, yang mencerminkan masyarakat desa. Namun setelah terjadi pemberontakan PKI, kerusuhan terjadi di mana-mana, banyak orang yang kekurangan pangan karena terjadi inflasi, serta kejadian-kejadian buruk lain. Dan setelah kerusuhan mereda dan pemberontakan gagal, keadaan kembali seperti semula. Keadaan ini sangat mempengaruhi jalannya cerita, karena latar waktu kejadian diambil dari peristiwa waktu itu. Selain itu, penulis juga mengungkapkan betapa rasa kekeluargaan kental pada masyarakat zaman itu, hal ini terlihat waktu Karman yang merupakan mantan anggota PKI ketika ingin kembali pada warga, mereka menerima Karman dengan lapang dada.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar